Sabtu, 19 November 2011

Zakat dan Pemberantasan Kemiskinan


Zakat dan Pemberantasan Kemiskinan
Oleh : Edi Sugianto*
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang paling kaya, dengan sumber daya alam yang melimpah dan atmosfer alamnya sangat indah menakjubkan. Namun, mengapa masyarakatnya masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan?. Lalu, siapa yang bertanggung jawab dalam hal ini?.
Pastinya, semua warga Negara ini memiliki tanggung jawab kemanusian dalam menyikapi problema tersebut di atas. Tentu yang memiliki kewajiban dan paling bertanggung jawab adalah mereka yang mampu dan memiliki kelebihan harta dan telah wajib untuk mengeluarkannya, darisudut pandang agama ataupun kemanusiaan. Menyikapi hal itu, bagaimana kita merespon dalam menanggulangi krisis ekonomi yang berkelanjutan di Negara ini.
Salah satu yang bisa diharapkan dan menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan umat adalah, dengan mengoptimalkan pengelolaan zakat. Dr.H.M. Djamal Doa, menyatakan dalam bukunya “Pengelolaan Zakat oleh Negara”, bahwasanya kita harus optimis, zakat akan mampu mengatasi kemiskinan umat. Namun hal itu memang memerlukan niat ikhlas, tekat kuat dan profesionalisme yang tinggi.
Kalau kita kaji zakat dari segi bahasa memang memiliki makna filosofis yang tinggi, yang bersetuhan langsung dengan hati. Zakat memiliki arti membersihkan dan mensucikan. Dijelaskan dalam QS. Asy-Syams (91): 9) “ Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”. Maksud ayat ini, membersihkan jiwa dari segala noda, yang bersifat bathiniyah, seperti halnya kebakhilan, ketamakan, dan keserakahan terhadap harta. Tidak sedikit orang kaya yang hedones dan mabuk dengan harta. Sehingga manusia lupa, bahwa harta yang mereka miliki ada hak orang lain, seperti fakir, miskin dan kelompok-kelompok yang berhak lainnya.                   
Tidak diragukan lagi, zakat (zakat fitrah ataupun maal/ harta) hukumnya wajib. Allah Swt. dengan  sangat tegas berfirman dalam QS. At taubah (9) : 103, “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”.
Ketentuan orang yang wajib mengeluarkan zakat, berapa yang wajib dizakati dan apa saja yang wajib dizakati, memang semua itu dijelaskan dalam Al-Qur’an secara global (majmul) dan kemudian diperinci secara eksplisit oleh Sunnah Nabi Muhammad Saw. namun mengenai kewajiban mengeluarkan zakat adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar dan diingkari lagi oleh seorang muslim yang mukmin. Karena perintah mengeluarkan zakat memang sudah ada dan berlaku sejak Rasulullah Saw. atau bahkan sudah disyari’atkan pada umat Nabi-nabi sebelumnya.     
Pengelolaan Zakat oleh Negara:
Bagaimana jika zakat dikelola oleh Negara (pemerintah)?. Djamal Doa menegaskan bahwa zakat dikelolah oleh Negara, maksudnya bukan untuk memenuhi keperluan Negara, seperti membiayai pembangunan dan biaya-biaya rutinitas lainya. Namun maksudnya, zakat dikelola oleh Negara untuk dikumpulkan dan dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Jadi Negara hanya sebagai fasilitator, untuk memudahkan dalam administrasi/ pelayanan dan pengelolaan zakat tersebut. Yang kemudian disalurkan kepada mereka yang benar-benar berhak menerimanya, yaitu 8 kelompok: pertama, orang fakir, yaitu orang yang sangat miskin, tidak mempunyai harta, dan juga tidak mampu bekerja mencari nafkah. Kedua, orang miskin, yaitu orang yang penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan primir hidupnya, seperti makan dan minum sehari-hari. Ketiga amil, yaitu orang yang bertugas mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat terhadap orang-orang yang berhak menerimanya. Keempat muallaf, yaitu orang yang baru masuk Islam, yang imannya masih lemah. Kelima, budak belian. Keenam gharim, yaitu orang yang dilillit hutang, karena berjuang dijalan Allah Swt. Ketujuh fisabilillah, yaitu orang yang berjuang demi lii’lai kalimatillah/ tegaknya agama Allah Swt. Kedelapan Ibnu sabil (musafir) yang kehabisan bekal dalam bepergian, namun dengan maksud baik.
Pertanyaannya mengapa zakat harus dikelola oleh Negara?. Dikutip dari buku Djamal Doa. Bahwasanya ada tiga alasan mengapa zakat dikelola oleh Negara: pertama memang umat Islam sudah sejak dahulu yakin terhadap badan amil zakat swata yang dikelolah masing-masing, seperti BAZNAS, BAZDA, LAZIZ, Dompet Dhuafa’ dan lain sebagainya. Namun, hal tersebut nampaknya kurang optimal, mengingat lemahnya kesadaran umat akan kewajiban zakat, dan menunggu kedermawanan umat adalah sesuatu yang lama. Namun kalau kita lihat dalam sejarah kebudayaan Islam, khususnya pada pemerintahan Khalifah Abu Bakar zakat merupakan kewajiban yang harus dikeluarkan, dan hal itu termasuk kebijakan Negara yang harus dipatuhi saat itu. Yang wajib tentunya mereka yang mampu dan masuk kriteria muzakki menurut ajaran agama Islam. Dan hal itu tidak boleh diingkari dan sanksi akan dijatuhkan pada mereka yang ingkar dan membangkan perintah. Bahkan konon mereka yang ingkar, wajib diperangi oleh pemerintah demitegaknya keadilan. Alhasil apa terjadi?. Pada saat itu (pemerintahan Abu Bakar) stabilitas ekonomi masyarakat terjaga dan hidup sejahtera, sentosa tanpa diskriminasi. Itulah pratik pemerintahan yang patut dicontoh oleh kita.
Kedua, perintah zakat memang merupakan syar’at dari Allah Swt dan Rasul-Nya yang tidak boleh dibantah, bahkan perintah itu sering kali disebutkan berdampingan dengan perintah shalat lima waktu. Ketiga, Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam, maka ibadah zakat hukumnya wajib. Oleh karana itu pemerintah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam mengelolanya. Di samping mengingat relevansinya sangat erat dengan UUD pasal 29 ayat 2 dan ketetapan MPR  No. 6 tentanng kemiskinan. Selayaknya lah pemerintah memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan zakat, sebagaimana haji juga dikelola oleh Negara. Mari Optimalkan pengelolaan zakat untuk memerangi kemiskinan bangsa Indonesia!

1 komentar: