Sabtu, 19 November 2011

Dikotomi Bukan Ajaran Islam


Dikotomi Ilmu Bukan Ajaran Islam
Oleh: Edi Sugianto*      
                 Islamisasi dalam bahasa inggris “Islamization’’ artinya: pengislaman. Jadi Islamisasi lebih kepada proses pengislaman, yang objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Islamisasi ilmu pengetahuan gencar diperbincangkan di kalangan cendikiawan muslim, karena kekecewaan mereka terhadap persefektif umat islam sendiri yang terlalu fanatik dan memisahkan antara  “Ilmu-ilmu agama”  dan  “Ilmu-ilmu non-agama’’.
Al-ghazali dan al-Farabi umpamanya, secara garis mereka besar membagi ilmu pengetahuan menjadi 2 bagian:  Ilmu-ilmu agama ( religius/ ukhrawi/ fardhu ‘ain) dan Ilmu-ilmu Umum (intelek/ duniawi/ fardhu kifayah).
          Ada juga ide yang lebih bijak dalam klasifikasi ilmu pengetahuan, adalah ide yang pernah digagas oleh cendiakiawan kontemporer Moh. Idris Djauhari dalam jurnal bulanan IDIA (Institut Dirasah Islamiyah Al-Amien). Menurut beliau tidak selayaknya kita membagi-bagi ilmu pengetahuan, karena pada hakikatnya ilmu itu satu, berasal dari yang satu, direkayasa oleh yang satu, harus dipelajari untuk yang satu, dan akhirnya akan kembali kepada yang satu. Meskipun akhirnya juga ada pembagian di dalamnya, hal tersebut hanya sekedar klasifikasi agar mudah diingat. Tapi sebaiknya jangan dalam bentuk pembagian atau pemilahan (dikotomi), yang lebih tepatnya dalam bentuk pengelompokan bukan pemilahan. Menurut beliau ilmu pengetahuan dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan/ digolongkan menjadi 3 bagian namun tetap satu kesatuan bukan dikotomikan, karena dikotomi identik dengan pembagian 2 bagian yang bertentangan. Ketiga macam ilmu tersebut berdasarkan asas-asas tugas yang diemban oleh Rasulullah Saw. Banyak ayat-ayat yang dijadikan landasan Moh. Idris djauhari diantaranya surah al-jumu’ah ayat 2:                                                             
yang artinya:’’  Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri 1) yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, 2) menyucikan (jiwa) mereka, 3) dan mengajarkan kepada mereka kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (As-Sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata’’.
Secara filosofis dan epistemologis, ilmu pengetahuan dapat dikelompokkan  menjadi 3 kelompok :
Al-ulum al-Kauniyah (Universe sciences/ ilmu-ilmu Alam dan peristiwanya).   Yaitu ilmu-ilmu Allah yang berhubungan dengan alam semesta dan kehidupan sehari-hari yang dihamparkan oleh Allah dan ditampakkan langsung kepada manusia. Secaca garis besar, ilmu-ilmu tersebut di atas ada 3 jenis yaitu: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu pengetahuan sosial/IPS, Ilmu Pengetahuan Personal. Ilmu- ilmu tersebut diatas, diajarkan oleh Rasul sebagai implementasi dari tugas : yatlu alaikum ayatina.
Al-ulum at-Tathbiqiyah (Applied science/ Ilmu-ilmu terapan). Yaitu Ilmu-ilmu Allah yang bersumber dari usaha/ ijtihad manusia untuk membantu dirinya dalam melakukan interaksi dan komunikasi dengan selain dirinya, seperti ilmu pendidikan, kepemimpinan, Manajemen, Kesehatan, Olahraga, Kesenian, Ilmu bahasa, Ilmu berhitung (matematika), Ilmu berfikir (logika), dan ilmu-ilmu keterampilan lainnya, seperti ilmu pertanian, perdagangan, pertukangan, tataboga, tatabusana, dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut langsung dilaksanakan oleh Rasulullah Saw dalam membina para Sahabat, sebagai implementasi dari tugas : wayuzakkikum, dalam arti mencerdaskan, membudayakan, dan meberdayakan manusia.
Al-ulum at-Tanziliyah (Revelation science/ ilmu-ilmu yang bersumber dari wahyu). Yaitu Ilmu-ilmu Allah diturunkan langsung lewat wahyu; baik berupa kalamullah, Al-Qur’an (Al-kitab)  ataupun yang berupa penjelasan dan contoh lansung dari Rasulullah atau al-Hadits, As-Sunnah, As-siroh (Al-Hikmah). Bersumber dari Ulum ini kemudian muncul Ilmu-ilmu hasil Ijtihad Ulama, seperti Tafsir, Ilmu tafsir, Mushthalahu Al-hadits, ilmu kalam, Ilmu Aqoid, Ilmu Fiqih, Ushul Fiqh, Ilmu Akhlaq, Ilmu Tasawwuf, dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut diajarkan oleh Rasulullah sebagai implementasi dari tugas wayuallikumu al-kitaba walhikmah. Moh Idris Djauhari menegaskan, pengelompokan ilmu-ilmu Allah menjadi 3 kelompok itu sama sekali tidak ada hubunganya dengan pola pikir dikotomi tersebut, karena pada hakikatnya 3 kelompok ilmu tersebut adalah satu kesatuan yaitu Ilmu Allah Swt, dan itu bukan penbagian tapi sekedar  pengelompokan yang ada dasanya dari Al-Qur’an.    
Namun apapun dan bagaimanapun alasannya, menurut hemat penulis, Islamisasi yang digagas oleh para cendikiawan klasik maupun kontemporer, adalah Islamisasi yang lebih condong menjadikan ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai objek, bukan orang Islamnya. Sehingga disadari atau tidak, maka akan muncul dualisme itu sendiri dari tubuh Islam. Itu bukan solusi untuk menyatukan ilmu pengetahuan, akan tetapi tindakan memisahkan diri dari karakteristik dan konsep the unity of knowlage. Mengapa harus ada skat-skat antara satu ilmu dengan ilmu lain, antara ilmu keislaman dan umum, umpamanya mengapa harus ada kedokteraan Islam versus kedokteran umum, ekonomi Islam, psikologi Islam dan lain sebagainya. Padahal semuanya sama, bersumber dari yang satu yaitu Tuhan yang Esa. Haruslah diingat oleh kita semua, bahwasanya yang diislamisasikan bukan ilmu pengetahuannya, melainkan orang Islamnya sendiri yang harus hidup secara Islami, menanamkan, menebarkan dan menyebarkan nilai-nilai Islam di muka bumi, itulah makna misi terbesar Islam rahmatan lil alamien (blessing for all creation). Islamisasi  atau Dualisme ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar