Sabtu, 19 November 2011

Merayakan Pesta Demokrasi Banten


Merayakan Pesta Demokrasi Banten
Oleh: Edi Sugianto*
Demokrasi sebagai sistem pemerintahan, menawarkan keterbukaan dan menyingkirkan duri-duri diskriminasi. Sistem dari, oleh dan untuk rakyat, tidak akan terwujud, jika kesepakatan dan kebijakan tidak didasarkan dengan etika musyawarah bersama, dan selalu mendengarkan dan mengedepankan aspirasi rakyat dalam merumuskan kebijakan.
Mengutip buku Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani: 2000 (Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra), tentang pemerintah dari rakyat (government of the people), pemerintah oleh rakyat (government by the people), dan pemerintah untuk rakyat (government for the people). Government of the people, maksudnya pemerintah akan diakui secara sah, jika telah mendapatkan pengakuan dan dukungan penuh dari rakyat, untuk mewujudkan program-program yang telah diamanatkan oleh rakyat kepada pemerintah. Government by the people, maksudnya pemerintah harus menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat bukan atas dorongan pribadi elit Negara dan birograsi. Government for the people, maksudnya bahwa kewenangan dan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat sepenuhnya.            
Pemerintahan reformasi yang menjanjikan di Negara ini nampaknya belum mampu merubah dan menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran warganya sampai detik ini. Maka tidak jarang sebagian berpendapat, bahwa orde baru jauh lebih baik dari era-reformasi. Kalau demikian, sistem kah yang salah atau orangnya, yang gagal menjalankannya sistem dan dengan persepsi yang salah ?. Pendapat tersebut menunjukkan dan mecerminkan, bahwa sistem demokrasi Indonesia lebih cocok dengan otoriter/ diktator dari pada liberal.
demokrasi liberal memang sangat bagus diterapkan di Negara manapun, termasuk Indonesia. Namun hal itu akan bisa terealisasi, jika demokrasi liberal dijalankan atas dasar kesadaran dan menjunjung etika yang baik. Tanpa itu, maka demokrasi yang diimpi-impikan akan kacau balau dan hanya lah sebuah mimpi belaka. Karena demokrasi apa pun tanpa etika dan mengedepankan norma-norma yang menuntunnya, maka akan menjadi bahan tawa bangsa lain. Karena yang akan terjadi bukan demokrasi (democracy) melainkan democrazy. Ironisnya bangsa ini belum mengarah pada demokrasi yang sebenarnya, yang mampu mensejahterakan dan  mengangkat martabat bangsa. 
Banten Merajut Mimpi
Pada tanggal 22 Oktober  2011,  akan menjadi saksi sejarah perjalanan salah satu provinsi terbaik Indonesia, yaitu Banten. Kota tersebut akan melaksanakan pesta pemilihan ketua-wakil gubenur untuk masa yang datang (2011-2015). Calon ketua-wakil gubenur yang bersaing antara lain, Atut-Rano, Wahidin Halim-Irna Narulita, Jazuli Juwaini-Makmun Muzzaki.
Pemilihan ketua dan wakil gubenur adalah sesuatu yang penting dalam dinamika demokrasi Banten. Namun yang lebih urgen dari itu, bahwa masyarakat Banten harus arif dalam menyikapi dan serius belajar menerapkan hakikat-etika demokrasi. Sehingga produk dan tujuan demokrasi yang dihasilkan benar-benar berbuah kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Siapa pun yang terpilih, semua pihak harus menerima dengan lapang dada dan mengedepankan toleransi di atas segala kepentingan kelompol. Yang terpilih dan tidak terpilih adalah yang terbaik bagi masyarakat Banten. Alang kah baiknya, mereka lebih melihat prospek ke depan dari pada sibuk dan rebutan menjadi pemimpin. Mereka harus berpikir lebih bijak dan luas untuk membangun Banten menjadi provinsi yang lebih baik, maju dalam berbagai bidang, antara lain pembangunan hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan, social dan budaya,  daerah, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan nasional. Semua pembangunan itu harus benar-benar dilaksanakan dengan penuh panggilan jiwa, di samping akuntabilitas dan kredibilitas pemimpinnya. Sehingga Banten bisa berkompetisi di kanca global mengangkat martabat daerahnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.      
            Hal di atas bukan opini kosong. Banten akan mencapai itu semua, jika pemimpin dan masyarakatnya memiliki komitmen dan kesadaran tinggi untuk kemajuan bersama. Permulaan yang baik adalah setengah dari sempurnanya pekerjaan yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, hindarilah praktik perpolitikan kotor. Cacat politik seperti money politik yang menggurita harus ditumpas habis hingga ke akar-akarnya, sehingga tidak lagi menggrogoti singgasana dan kharisma demokrasi yang bermartabat.
Pasangan terpilih harus membekali diri dengan sebaik mungkin, sebab tonggak pemerintahan ada di tangan mereka. Tidak berlebihan jika ada wacana, “masa depan suatu bangsa atau daerah yang baik ada di tangan penguasa yang baik pula”. Jadi perbaikilah moral pengusanya terlebih dahulu sebelum mereka menjadi pemimpin, memperbaiki moral rakyatnya. Ada dua tuntutan dan pilihan, menjadi pemimpin yang dita’ati, atau menjadi orang yang dipimpin (rakyat) yang ta’at.
Secara garis besar, ada empat sifat yang harus dimilki oleh pemimpin ideal yang diharapakan membawa kesejahteraann. Dalam jiwa mereka harus tertanam sifat shiddiq (kejujuran), amanah (kredibelitas), tabliq (menyampaikan dan fathanah (cerdas dan tangkas). Dengan sifat itu semua, siapapun yang akan memimpin Banten untuk masa yang akan datang, maka saya pastikan ia akan membawa kehidupan masyarakat Banten lebih sejahtera, sentosa, adil dan makmur. Kebebasan memilih dan menentukan pilihan adalah hak mutlak yang harus dimiki oleh masyarakat Banten. Tentu memilih bukan asal mencontreng, memilih harus didasari dengan ilmu, kearifan dan kepercayaan, bahwa yang dipilih adalah yang terbaik dan layak untuk dijadiakan pemimpin Banten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar