Sabtu, 19 November 2011

Agama Tersandung Terorisme


Agama Tersandung Terorisme
Oleh : Edi Sugianto
Seiring dengan meningkatnya peradaban manusia, maka meningkat pula cara pandang dan ideologinnya. Selaras dengan terciptanya manusia dengan sikapnya yang vareatif satu sama lain, maka pandangan hidup manusia pun juga berbeda dan bermacam-macam.
Manusia di samping mengemban tugas pengabdiannya (aa'bid), manusia juga memiliki tugas sebagai wakil Tuhan di muka bumi (khalifah fil ardhi), yang tugasnya melestarikan dan menjaga bumi dari kehancuran (secara fisik dan non-fisik). Non-fisik, maksudnya manusia harus menjaga kesucian (fitrah) dirinya dari noda dan dosa ataupun pengingkaran terhadap-Nya. Oleh karena itu, manusia mengemban amanah suci, yaitu dahwah, mengajak sesamanya ke jalan kebaikan yang lurus (shirathal mustaqim), dan melakukan tindakan preventif (pencegahan) akan merajalelanya kemungkaran dan kemaksiatan.
Dalam berdakwah, ada kelompok yang memilih pendekatan persuasif (lemah lembut dan damai). Dan tidak sedikit juga dalam berdakwah, yang menggunakan pendekatan radikal, ekstrim dan kekerasan-kekerasan lainnya. Namun pertanyaannya, apakah yang demikian dibenarkan dan diindahkan oleh agama?, atau memang anjuran Agama, yang menyuruh pemeluknya dengan cara kekerasan?, jawabannya tentu tidak. Agama tidak pernah mengajarkan kekerasan kepada pemeluknya dalam berdakwah, toh walaupun hal tersebut terpaksa dilakukan sebagai alternatif terakhir, namun dakwah jangan sampai menyimpang dan bersebrangan dari koredor dan etika dakwah agama, yang misinya blessing for all creation dan sebagai wadah pencerahan dan jalan kebahagiaan abadi manusia.
Dakwah hakikatnya mengajak dan meyakinkan manusia agar selalu berjalan dalam koredor kebenaran (sabilul khak). Dakwah bukan malah mencercah, mengejek, mengancam atau meneror atau bahkan membunuh (menge-bom) dengan membabi buta, yang mengakibatkan kematian sia-sia. Apakah itu dakwah?.
Namun, dengan perkembangannya dakwah disalah artikan oleh sebagian kelompok yang mengatasnamakan "lascar jihad". Mereka melakukan tindakan teror dan radikal atas nama agama, sebab mereka memahami agama hanya kulit luarnya saja atau bagian-bagian (parsial) saja, akibatnya pemahaman mereka menjadi kerdil dan sempit.
Mereka menyeburkan diri dalam faham terorisme dan radikalisme, dengan alasan hal tersebut adalah perintah agama yang mulia. Namun sayangnya, tindakan mereka sangat jauh dari pri-kemanusiaan apalagi kemuliaan. Lagi-lagi agama yang dijadikan kambing hitam oleh orang-orang yang juga tidak kalah bodohnya tentang agama. Agama dijadikan justifikasi (pembenaran) ideologi mereka, karena tak ada pembenaran yang paling tinggi kecuali agama (perintah dan titah Tuhan).
Hemat saya, mereka yang melakukan tindakan membabi buta (terorisme dan radikalisme), secara terang-terangan melakukan distorsi, pembohongan besar-besaran terhadap agama, serta menciderasi ajarannya. Saya tidak akan menyebutkan agama atau kelompok tertentu, karena tindakan terorisme dan radikalisme sangat mungkin dan bisa dilakukan agama dan kelompok apapapun jenisnya, bahkan secara individual pun bisa terjadi.
Islam Kutuk Terorisme
Agama apapun pasti mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan penganutnya. Namun, aksi teros sering kali dilemparkan kepada kelompok dan agama tertentu. Hal itu sering kali dilemparkan kepada agama Islam, Islamlah yang bermain di balik aksi teror di manapun terjadi. Sehingga tidak jarang umat Islam yang moderat menjadi korban. Islam sendiri mengutuk aksi teror, apalagi dengan bom , sebab Islam tidak pernah mengajarkannya. Dengan bermacam alasan dan jawaban dari umat Islam, bahwa Islam bukan agama radikal, belum sepenuhnya menghilangkan label bahwa Islam selalu menjadi motor terorisme.
Muhammad Faris Alfadh (2011) dalam tulisannya menjelaskan. Dengan tragedi teror yang menimpa Norwegia di Oslo dan Pulau Otoya, maka Eropa dan AS mulai membuka mata, bahwa yang melakukan aksi tersebut bukan Islam. Bahkan pelakunya adalah seorang fundamentalis non-Muslim, yang bernama Anders Behring Breivik. Sungguh, tuduhan terhadap Islam dan Islam terjawab sudah. Faris Alfadh (2011) juga mempertegas dalam tulisannya, bahwa aksi teror terjadi karena motif ketidak puasan akan kebijakan dan produk regulasi ataupun perilaku politik dan ekonomi yang pincang.
Hemat penulis, apapun alasan mereka mengkambing hitamkan agama akan tindakan terorisme dan radikalisme yang semakin menggurita ini, agama sekali-kali tidak akan menerima tuduhan tersebut, karena agama tidak pernah mengajarkan dan tidak akan mengakui terorisme bagian dari ajarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar