Sabtu, 19 November 2011

Pendidiakan Keluarga, Pondasi Moralitas Bangsa


Pendidiakan Keluarga, Pondasi Moralitas Bangsa
Oleh: Edi Sugianto*
Ketika kita berbicara tentang moralitas, tentu tidak akan terlepas dengan masalah pendidikan. Karena pendidikan yang menciptakan moral itu sendiri. Moralitas tumbuh- berkembang secara berkesinambungan, masa lalu, sekarang dan yang akan datang di lingkungan pendidikan.
Sebagaimana kita ketahui lingkungan pendidikan atau tempat berlangsungnya merupakan salah satu komponen yang tidak mungkin terpisahkan dari pendidikan itu sendiri, sebab ia adalah wadah di mana proses pendidikan berlangsung secara integral, demi tanggung jawab dan terciptanya generasi selanjutnya yang lebih baik. Lembaga pendidikan atau yang biasa juga kita sebut lingkungan pendidikan (al-bi’ah), merupakan tempat atau wadah di mana anak didik berkembang dan sekaligus mengembangkan dirinya sepanjang hidupnya, menjadi pribadi yang cerdas, baik dari segi intelektual, emosional, serta spritual, demi terciptanya pribadi luhur.  
Menurut Ki Hajar Dewantara ada tiga macam lembaga atau lingkungan pendidikan secara garis besar, yang meliputi keluarga (al-Usrah), sekolah (al-Madrasah) dan masyarakat (al-Mujtama’). Ketiga lingkungan tersebut para tokoh pendidikan biasa menyebut dengan tripusat pendidikan “marakizu at-Tarbiyah ast-tsalasah”. Tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu, mengemban amanah dan tanggung jawab yang sangat besar untuk mencetak generasi penerus bangsa dan agama yang dicintainya. Oleh karenanya ketiga penanggung jawab pendidikan tersebut harus benar-benar bekerja sama dan sama kerja. Orang tua sebagai pendidik di lembaga keluarga seharusnya juga tahu, bagaimana pendidikan anaknya di sekolah. Tentunya hal tersebut akan berjalan dengan baik,  jika para orang tua selalu bekerja sama,  berkonsultasi, bersilaturrahim dan secara tidak langsung juga akan terjadi musyawarah kecil-kecilan antara para wali murid dan para guru. Di samping keduanya ada lembaga yang tidak kalah urgennya dalam menentukan dan memperbaiki wajah pendidikan, yaitu masyarakat luas sebagai kontrol sosial (al-Muraqabah al-Ijtima’iyah( yang seharusnya juga bertanggung jawab dan bekerja sama, demi improvisasi pendidikan ke depan.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama, bagaimana tidak, kalau kita lihat sebagian besar dari kehidupan anak ada di dalam keluarga. Tentunya pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah bersumber dari keluarga. Kewajiban keluarga dalam pendidikan yaitu, membangun pondasi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan, karena bagaimanapun hal tersebut harus di atas segala-galanya dalam pendidikan. Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang, karena hubungan sedarah. Keluarga dapat berbentuk inti maupun keluarga yang diperluas. Pada umumnya jenis kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia. Meskipun ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan anak.
Di samping faktor iklim sosial itu, faktor-faktor lain dalam keluarga itu ikut pula mempengaruhi tumbuh kembangnya anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahannya, dan sebaginya. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarga. Diantara fungsi dan peranan lembaga pendidikan keluarga antara lain: pertama, pengalaman pertama masa  kanak-kanak. Anak lahir bagaikan kertas kosong yang putih, dia lemah tak berdaya sehingga hidupnya penuh dengan ketergantungan kepada orang tuanya, oleh kerenanya, tidak berlebihan jika dikatakan jiwa yang kosong tersebut tergantung orang tua yang mengisinya, akankah diisi hitam atau putih tergantung kepada keduanya. Hal tersebut kita kenal dengan “Teori Tabularasa”.
 Anak didik mulai mengenal hidupnya sejak ia berada di lingkungan keluarganya, tentunya bersama ibu dan bapak serta anggota keluarga lainya. Jika lingkungan keluarga sehat dan baik, maka ia akan ikut sehat dan baik juga. Namun sebaliknya jika lingkungan keluarga tidak baik, maka sedikit banyak akan terkontaminasi oleh lingkungan yang tidak baik tersebut.   
Kedua, Menjamin kehidupan emosional anak. Melalui pendidikan keluarga, anak didik akan mendapatkan kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa kasih sayang dari orang tuanya. Kehidupan emosiaonal sangatlah penting dalam membentuk pribadi anak didik yang baik. Oleh karenanya keluarga hendanya memberikan kasih sayang dan perhatian penuh kepadanya.
Ketiga, Menanamkan dasar pendidikan moral. Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak moral manusia. Beliau adalah teladan para orang tua sepanjang masa. Oleh karenanya Para orang tua haruslah menjadi teladan bagi anak-anaknya, sebab orang tua adalah top figur bagi mereka. Bagaimana cara orang tua bertutur kata, tingkah lakunya atau pola hidupnya akan selalu diperhatikan dan ditiru oleh anaknya. Sehingga ada pepatah yang mengatakan “ buah jatuh tidak akan jauh dari pohonya”. Meskipun tidak semuanya benar adanya, namun tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa orang tua memegang peranan penting dalam mencetak generasi selajutnya.
Keempat, Memberikan dasar pendidikan sosial. Penanaman dasar-dasar pendidikan sosial sangatlah akurat bila diberikan ketika berada di lingkungan keluarga, sebab kehidupan keluarga adalah gambaran kecil atau miniatur kehidupan sosial yang akan ia hadapi nantinya. Kelima, Peletakan dasar-dasar  keagamaan. Secara bahasa agama artinya, a = tidak, dan gama= kacau balau. Jadi agama artinya tidak kacau balau. Maksudnya orang yang beragama dengan sungguh-sungguh pasti ia akan tumbuh menjadi pribadi baik atau tidak kacau balau. Oleh karena, dasar-dasar keagamaan haruslah ditanamkan sejak dini kepada anak didik, agar ia tumbuh berkembang menjadi pribadi yang tidak kacau balau. 
Hemat penulis, untuk membentuk dan mengembalikan moralitas bangsa yang baik dan kuat, maka tidak ada pilihan lain, kecuali kembali dan memperkokoh pondasinya, yaitu pendidikan keluarga. Tidak berlebihan penulis berpendapat, bahwa pendidikan keluarga bagaikan sebuah bangunan rumah. Jika sebuah rumah berdiri dengan pondasi yang kuat, maka dipastikan semua peletakan komponen rumah tersebut akan menjadi kuat dan awet. Namun jika sebaliknya, maka tunggulah kehancurannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar